KARAKTERISTIK RAID DAN CARA KERJA
LEVEL RAID
RAID
adalah kependekan dari Redundant Array of Independent Drive/Disk. Ada juga yang
menyebutnya sebagai kependekan dari Redundant Array of Inexpensive Drive/Disk.
Secara sedehana, RAID bisa diartikan sebagai cara menyimpan data pada beberapa
harddisk. Dengan begini, kinerja PC bisa meningkat. Selain itu, salinan data
juga bisa dijadikan back-up.
Implementasi
RAID membutuhkan minimal 2 harddisk. Ketika RAID digunakan, sistem operasi akan
membaca kedua harddisk sebagai 1 harddisk. Jadi, meskipun ada 2 harddisk, drive
yang tampak pada Windows Explorer hanya 1. C saja, misalnya. Sebagai perbandingan,
kalau RAID tidak digunakan, drive pada Windows Explorer muncul C dan D. Setiap
drive untuk 1 harddisk.
Tiga karakteristik umum dari
RAID ini, yaitu :
1. RAID adalah sekumpulan disk
drive yang dianggap sebagai sistem tunggal disk.
2. Data didistribusikan ke drive
fisik array.
3. Kapasitas redunant disk
digunakan untuk menyimpan informasi paritas, yang menjamin recoveribility data
ketika terjadi masalah atau kegagalan disk.
Raid Levels
Juga
dikenal dengan modus stripping. Membutuhkan minimal 2 harddisk. Sistemnya
adalah menggabungkan kapasitas dari beberapa harddisk. Sehingga secara logikal
hanya “terlihat” sebuah harddisk dengan kapasitas yang besar (jumlah kapasitas
keseluruhan harddisk).Pada awalnya, RAID 0, digunakan untuk membentuk sebuah
partisi yang sangat besar dari beberapa harddisk dengan biaya yang efisien.
Misalnya:
Kita membutuhkan suatu partisi dengan ukuran 500GB. Harga sebuah harddisk berukuran 100GB adalah Rp.500.000,- sedangkan harga harddisk berukuran 500GB adalah Rp.5.000.000,-. Nah, kita dapat membetuk suatu partisi berukuran 500GB dari 5 unit harddisk berukuran 100GB dengan menggunakan RAID 0. Tentunya skenario ini lebih murah karena memakan biaya lebih murah: 5 x Rp.500.000,- = Rp.2.500.000,-. Lebih murah daripada harus membeli harddisk yang berukuran 500GB. Itulah kenapa pada awalnya disebut redundant array of inexpensive disk.
Kita membutuhkan suatu partisi dengan ukuran 500GB. Harga sebuah harddisk berukuran 100GB adalah Rp.500.000,- sedangkan harga harddisk berukuran 500GB adalah Rp.5.000.000,-. Nah, kita dapat membetuk suatu partisi berukuran 500GB dari 5 unit harddisk berukuran 100GB dengan menggunakan RAID 0. Tentunya skenario ini lebih murah karena memakan biaya lebih murah: 5 x Rp.500.000,- = Rp.2.500.000,-. Lebih murah daripada harus membeli harddisk yang berukuran 500GB. Itulah kenapa pada awalnya disebut redundant array of inexpensive disk.
2.
RAID
1
Biasa
disebut dengan modus mirroring. Membutuhkan minimal 2 harddisk. Sistemnya
adalah menyalin isi sebuah harddisk ke harddisk lain dengan tujuan: jika salah
satu harddisk rusak secara fisik, maka data tetap dapat diakses dari harddisk
lainnya.
Contoh:
Sebuah server memiliki 2 unit harddisk yang berkapasitas masing-masing 80GB dan dikonfigurasi RAID 1. Setelah beberapa tahun, salah satu harddisknya mengalami kerusakan fisik. Namun data pada harddisk lainnya masih dapat dibaca, sehingga data masih dapat diselamatkan selama bukan semua harddisk yang mengalami kerusakan fisik secara bersamaan.
Sebuah server memiliki 2 unit harddisk yang berkapasitas masing-masing 80GB dan dikonfigurasi RAID 1. Setelah beberapa tahun, salah satu harddisknya mengalami kerusakan fisik. Namun data pada harddisk lainnya masih dapat dibaca, sehingga data masih dapat diselamatkan selama bukan semua harddisk yang mengalami kerusakan fisik secara bersamaan.
3. RAID 2
RAID
2, juga menggunakan sistem stripping. Namun ditambahkan tiga harddisk lagi
untuk pariti hamming, sehingga data menjadi lebih reliable. Karena itu, jumlah
harddisk yang dibutuhkan adalah minimal 5 (n+3, n > 1). Ketiga harddisk
terakhir digunakan untuk menyimpan hamming code dari hasil perhitungan tiap
bit-bit yang ada di harddisk lainnya.
Contoh:
Kita memiliki 5 harddisk (sebut saja harddisk A,B,C, D, dan E) dengan ukuran yang sama, masing-masing 40GB. Jika kita mengkonfigurasi keempat harddisk tersebut dengan RAID 2, maka kapasitas yang didapat adalah: 2 x 40GB = 80GB (dari harddisk A dan B). Sedangkan harddisk C, D, dan E tidak digunakan untuk penyimpanan data, melainkan hanya untuk menyimpan informasi pariti hamming dari dua harddisk lainnya: A, dan B. Ketika terjadi kerusakan fisik pada salah satu harddisk utama (A atau B), maka data tetap dapat dibaca dengan memperhitungkan pariti kode hamming yang ada di harddisk C, D, dan E.
Kita memiliki 5 harddisk (sebut saja harddisk A,B,C, D, dan E) dengan ukuran yang sama, masing-masing 40GB. Jika kita mengkonfigurasi keempat harddisk tersebut dengan RAID 2, maka kapasitas yang didapat adalah: 2 x 40GB = 80GB (dari harddisk A dan B). Sedangkan harddisk C, D, dan E tidak digunakan untuk penyimpanan data, melainkan hanya untuk menyimpan informasi pariti hamming dari dua harddisk lainnya: A, dan B. Ketika terjadi kerusakan fisik pada salah satu harddisk utama (A atau B), maka data tetap dapat dibaca dengan memperhitungkan pariti kode hamming yang ada di harddisk C, D, dan E.
4.
RAID
3
RAID
3, juga menggunakan sistem stripping. Juga menggunakan harddisk tambahan untuk
reliability, namun hanya ditambahkan sebuah harddisk lagi untuk parity.. Karena
itu, jumlah harddisk yang dibutuhkan adalah minimal 3 (n+1 ; n > 1).
Harddisk terakhir digunakan untuk menyimpan parity dari hasil perhitungan tiap
bit-bit yang ada di harddisk lainnya.
Contoh
kasus:
Kita memiliki 4 harddisk (sebut saja harddisk A,B,C, dan D) dengan ukuran yang
sama, masing-masing 40GB. Jika kita mengkonfigurasi keempat harddisk tersebut
dengan RAID 3, maka kapasitas yang didapat adalah: 3 x 40GB = 120GB. Sedangkan
harddisk D tidak digunakan untuk penyimpanan data, melainkan hanya untuk
menyimpan informasi parity dari ketiga harddisk lainnya: A, B, dan C. Ketika
terjadi kerusakan fisik pada salah satu harddisk utama (A, B, atau C), maka
data tetap dapat dibaca dengan memperhitungkan parity yang ada di harddisk D.
Namun, jika harddisk D yang mengalami kerusakan, maka data tetap dapat dibaca
dari ketiga harddisk lainnya.
Sama dengan sistem RAID 3, namun menggunakan parity dari tiap block harddisk,
bukan bit. Kebutuhan harddisk minimalnya juga sama, 3 (n+1 ; n >1). RAID level 4 merupakan
pengorganisasian dengan paritas blok interleaved, yaitu menggunakan striping
data pada level blok, menyimpan sebuah paritas blok pada sebuah disk yang
terpisah untuk setiap blok data pada disk-disk lain yang bersesuaian. Jika
sebuah disk gagal, blok paritas tersebut dapat digunakan untuk membentuk
kembali blok-blok data pada disk yang gagal tadi. Kecepatan transfer untuk
membaca data tinggi, karena setiap disk-disk data dapat diakses secara paralel.
Demikian juga dengan penulisan, karena disk data dan paritas dapat ditulis
secara paralel.
RAID 5 pada dasarnya sama dengan RAID 4, namun dengan pariti yang
terdistribusi. Yakni, tidak menggunakan harddisk khusus untuk menyimpan
paritinya, namun paritinya tersebut disebar ke seluruh harddisk. Kebutuhan
harddisk minimalnya juga sama, 3 (n+1 ; n >1).Hal
ini dilakukan untuk mempercepat akses dan menghindari bottleneck yang terjadi
karena akses harddisk tidak terfokus kepada kumpulan harddisk yang berisi data
saja.
Secara
umum adalah peningkatan dari RAID 5, yakni dengan penambahan parity menjadi 2
(p+q). Sehingga jumlah harddisk minimalnya adalah 4 (n+2 ; n > 1). Dengan
adanya penambahan pariti sekunder ini, maka kerusakan dua buah harddisk pada
saat yang bersamaan masih dapat ditoleransi. Misalnya jika sebuah harddisk
mengalami kerusakan, saat proses pertukaran harddisk tersebut terjadi kerusakan
lagi di salah satu harddisk yang lain, maka hal ini masih dapat ditoleransi dan
tidak mengakibatkan kerusakan data di harddisk bersistem RAID 6.
RAID level 0+1 dan 1+0 ini
merupakan kombinasi dari RAID level 0 dan 1. RAID level 0 memiliki kinerja yang
baik, sedangkan RAID level 1 memiliki kehandalan. Namun, dalam kenyataannya
kedua hal ini sama pentingnya. Dalam RAID 0+1, sekumpulan disk di-strip,
kemudian strip tersebut di-mirror ke disk-disk yang lain, menghasilkan
strip-strip data yang sama. Kombinasi lainnya yaitu RAID 1+0, di mana disk-disk
di-mirror secara berpasangan, dan kemudian hasil pasangan mirrornya di-strip.
RAID 1+0 ini mempunyai keuntungan lebih dibandingkan dengan RAID 0+1. Sebagai
contoh, jika sebuah disk gagal pada RAID 0+1, seluruh strip-nya tidak dapat
diakses, hanya sebagian strip saja yang dapat diakses, sedangkan pada RAID 1+0,
disk yang gagal tersebut tidak dapat diakses, tetapi pasangan mirror-nya masih
dapat diakses, yaitu disk-disk selain dari disk yang gagal.
http://rikysuhendra91.wordpress.com/2011/01/09/karakter-raid/